Ragam Pendapat Ulama tentang Ziarah Kubur
Fiqih / Hukum Islam | SangMurid, Aug 16 2020
Kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, asy-Syafi’iyyah, dan Hanabilah telah bersepakat bahwa hukum ziarah kubur adalah Sunah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini dalam rangka mengambil pelajaran bahwa kematian berlaku bagi siapa saja dan dan mengingat akan adanya hari pembalasan amal (akhirat).
Namun demikian, apabila kehadiran kaum perempuan dikhawatirkan menimbulkan fitnah, maka mereka dilarang (haram) ziarah kubur, sebagaimana disebutkan oleh ‘Abd ar-Raḥman al-Jaziri menyebutkan dalam Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, (2011, I: 457-458).
Berbeda dengan Syaikh al-Islam Ibnu Taymiyyah, Hanbalian yang sangat mengagumi pemikiran Imam Malik. karena banyak yang sesuai dengan ketentuan sunnah (hadis), yang mengharamkan secara total kaum perempuan ziarah kubur seperti disebutkan oleh Muhammad Rawwas Qal’ahji dalam Mawsu’ah Fiqh Ibnu Taymiyyah (2001, I: 9-10 & II: 1085).
Sementara Sayyid Sabiq. menjelaskan dalam Fiqh as-Sunnah (I: 394-395)—setelah menyitir pendapat Imam Malik, sebagian mazhab Hanafi, Imam Ahmad, dan para ulama lainnya—memperbolehkan para perempuan ziarah kubur. Pendapat ini disandarkan kepada hadis Nabi saw. yang mengizinkan Siti Aisyah Radhiallahu ‘anha. menziarahi kuburan saudaranya, ‘Abd ar-Rahman.
Selain itu, urusan mengingat kematian dan akhirat bukan hanya diperuntukkan bagi laki-laki semata, tetapi juga bagi kaum perempuan. Menurut beliau, para ulama melarang kalangan perempuan ziarah kubur karena mereka cenderung kurang bisa bersabar dan sering berkeluh-kesah secara berlebihan. Mereka seringkali menampilkan prilaku berlebihan ketika berada di makam, baik dalam hal bersedih karena kehilangan suami, berteriak histeris karena disebabkan suatu hal, maupun dalam hal bersolek yang dipertontonkan kepada khalayak ramai.
Namun apabila aman dari hal-hal tersebut, maka perempuan boleh ziarah kubur. Tidak lain dan tidak bukan lantaran mengingat kematian merupakan kebutuhan semua orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Abd ar-Rahman al-Jaziri (2011: I, 458) menjelaskan bahwa disunahkan ziarah kepada makam orang-orang saleh, seperti para aulia, syuhada, khususnya kepada makam Nabi Muhammad saw., karena ia merupakan tempat yang paling mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ziarah ke makam para kekasih Allah SWT, menurut Imam Ahmad Sawi al-Maliki dalam Hasyiyah al-‘Allamah Sawi‘Ala Tafsir al-Jalalain (I: 282), merupakan bagian dari cinta kepada Allah SWT.
Bahkan ia, selain silaturahmi, sedekah, memperbanyak doa, cinta kepada Nabi saw dan para wali, merupakan salah satu bentuk wasilah yang akan mengantarkan (mendekatkan) seorang hamba kepada Tuannya (Allah SWT). Dengan kata lain, mecintai Allah SWT dengan mencintai orang-orang yang dicintai-Nya.
Meminjam istilah Sufyan ibn ‘Uyainah, sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi al-Jawi dalam Syarḥ Naṣa’ih al-‘Ibad (hlm. 18), yang berbunyi:
“Man Ahabba Allaah Ahabba Man Ahabbahu Allaah Ta’ala. Wa Man Aḥabba Man Aḥabbahu Allah Ta’ala Ahabba Ma Aḥabba fi Allâh Wa Man Ahabba Ma Ahabba fii Allaah Ta’alaa Ahabba an la ya’rifahuuû an-nas”,
(barang siapa mencintai Allah, maka dia akan mencintai kekasih Allah. Barang siapa mencintai kekasih Allah, maka dia akan mencintai perbuatan baik yang dilakukan oleh kekasih Allah. Barang siapa mencintai perbuatan baik yang dilakukan oleh kekasih Allah, maka dia tidak suka pamer).
Selain dalam rangka tafakur dan bermuhasabah, ziarah kubur juga untuk mendoakan ahli kubur. Mengingat Rasulullah saw. ketika ziarah kubur selalu mengawalinya dengan memanggil salam kepada ahli kubur dan mendoakannya, sebagaiaman disebutkan oleh Sayyid Talib Husain dalam Mukhtasar al-Kutub al-Khamsah (2010: 158).
Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu al-Qayyim bahwa ziarah kubur yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. dalam rangka mendoakan, memohonkan rahmat kepada Allah SWT dan mengistigfarkan ahli kubur. Oleh karena itu, Imam Aḥmad ibn Hanbal. berpendapat bahwa segala kebaikan, baik berbentuk fatihah, tahlil, bacaan al-Qur’an maupun sedekah yang dikirimkan kepada para ahl al-qubûr pahalanya akan sampai kepada mereka.
Menurut Sayyid Sabiq terdapat lima perbuatan orang hidup yang sangat berguna bagi orang yang sudah meninggal, yaitu doa dan istigfar, sedekah, puasa, haji, salat, dan bacaan al-Qur’an yang secara khusus dikirimkan kepada ahli kubur. Berbeda dengan pandangan kalangan mazhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an yang dikirimkan kepada ahli kubur tidak akan sampai (sia-sia), sebagaimana disebutkan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah (I: 394-397).
Sumber: bincangsyariah.com