Kisah Akhlak Ashabul Kahfi dan Hikmahnya
Para Sholihin | SangMurid, Jul 04 2024
Ashabul Kahfi adalah para pemuda yang diberi taufik dan ilham oleh Allah Swt sehingga mereka beriman dan mengenal Rabb mereka. Mereka mengingkari keyakinan yang dianut oleh masyarakat mereka yang menyembah berhala.
Mereka hidup di tengah-tengah bangsanya sembari tetap menampakkan keimanan mereka ketika berkumpul sesama mereka, karena khawatir akan gangguan masyarakatnya.
Ashabul Kahfi artinya Pemilik Gua. Maksudnya ada tujuh pemuda yang tertidur di dalam gua selama +- 300 tahun, untuk menghindari dari pemaksaan penyelewengan akidah tauhid kepada kemusyrikan.
Ashabul Kahfi setelah menyatakan pendiriannya di hadapan raja, mereka berembuk dan di antara mereka mengatakan: “Kalau kita memang ingin berpisah dengan berhala-hala, marilah kita mengungsi saja ke gua. Allah Swt. Tuhan kita nanti akan memberi Rahmat-Nya dan akan memberikan kemudahan terhadap apa yang menjadi keperluan kita”.
Perlu diketahui, bahwa orang-orang Nasrani pengikut Injil, setelah ditinggal Nabi Isa asalaihissalam makin lama makin bertambah durhakanya, sehingga mereka menyembah berhala. Di kala itu terjadi di negeri Rumania.
Ada rajanya yang bernama Diqyanus (Decius) yang terkenal kejamnya yang memerintah tahun 249-251 M. Dia menyembah berhala dan memerintahkan kepada rakyatnya untuk menyembah berhala juga dengan cara yang kejam.
Raja yang kejam ini selalu keliling mencari orang-orang yang tidak mau menyembah berhala. Mereka yang tidak mau menyembah berhala akan dibunuh.
Kala itu ada pemuda-pemuda yang masih taat kepada agama yang dibawa oleh Nabi Isa as. Pemuda-pemuda itu akan ditangkap untuk dibunuh jika tidak mengikuti ajakan raja. Menurut cerita ini, pemuda-pemuda itu jumlahnya 7 orang, lalu tertangkap, kemudian dihadapkan kepada raja.
Raja bertanya: “Hai pemuda-pemuda, mengapa kau tidak mau menyembah sesembahan seperti pada umumnya penduduk ini?”
Selanjutnya raja berkata: “Saya tidak banyak berbicara. Tinggal pilih, apakah kamu menyembah berhala, atau kamu mati?”
Di antara mereka menjawab: “Aku sudah mempunyai Tuhan yang menguasai langit dan bumi. Kami semua tidak akan menyembah selain Allah Swt, terserah raja, kami akan diapakan.”
Mereka masing-masing menyatakan satu pendapat yang sama.
Raja betul-betul mengendorkan marahnya, lalu raja berkata: “Hai pemuda-pemuda, aku melihat kau, dan aku merasa sayang, karena itu hendaknya kamu berpikir dahulu, dan sekiranya hatimu sudah tenang, segeralah kamu menghadap aku, akan tetapi kalau sudah batas waktu yang aku tentukan kamu masih tetap bersikap keras (tetap tidak mau ikut agamaku), kamu pasti akan disiksa.”
Pemuda-pemuda itu dibolehkan bubar dan raja pun pergi meninggalkan kota. Kesempatan ini digunakan oleh 7 pemuda itu untuk berunding yang keputusannya hendak bersembunyi dalam gua di Gunung Yanjalus. Mereka masing-masing membawa bekal sekadarnya. Bekal itu sebagian disedekahkan dan sebagian dikumpulkan jadi satu dan dibawa oleh pemuda yang bernama Tamlikha.
Pemuda-pemuda itu berangkat, di tengah perjalanan diikuti oleh anjing. Anjing itu dihalau untuk menyingkir, dia tetap mengikuti. Kemudian anjing itu berbicara seperti manusia, ujarnya: “Aku ikut, aku senang kepada orang-orang yang menjadi kekasih Allah Swt”. Nanti sewaktu kalian tidur, akulah yang menjaga kalian”.
Lalu anjing ikut, maka jumlahnya menjadi 8 (delapan). Tujuh pemuda beserta anjingnya menetap di gua itu.
Setiap hari Tamlikha turun pergi ke kota untuk membeli roti buat makan. Siang dan malam Ashabul Kahfi shalat, berpuasa dan membaca wirid. Setelah raja pulang dari luar kota, ia mencari 7 pemuda itu dan memerintahkan petugas dan polisi mengejarnya sampai ke gua.
Setelah polisi dan petugas raja sampai ke gua, Allah Swt. menjadikan 7 pemuda itu tertidur nyenyak, tetapi tampaknya tidak tidur. Setelah raja mengetahui keadaan demikian, raja bingung dan diputuskan dibiarkan saja dan lubang gua itu ditutup rapat dengan batu-batu besar, supaya mereka mati di gua.
Di antara keluarga Raja Dicyanus, ada dua orang yang sayang kepada 7 pemuda itu, tetapi tidak berani terang-terangan. Dua orang ini yang membuat catatan sejarah, sejak dari permulaan diancam, sehingga pergi ke gua dan sampai menetap di gua.
Sejarah itu ditulis di papan tulis yang terbuat dari timah. Papan tulis timah yang berisikan catatan sejarah ini, diletakkan di dekat pemuda-pemuda itu. Pemuda-pemuda ini yang disebut Ashabul Kahfi, dan dua pemuda itu yang mencatat sejarah dalam papan tulis timah itu disebut Ashab ar-Raqim.
Setelah Allah Swt. membangunkan mereka dari tidurnya, seorang di antara mereka yang bernama Maksalmina bertanya; “Berapa lama kita ini tidur?“
Salah seorang menjawab: “Mungkin sehari, mungkin setengah hari”.
Yang lain agak ragu-ragu lalu berkata: “Sesungguhnya Allah yang Maha Mengetahui, berapa lama kita berdiam di sini.”
Karena merasa lapar, Tamlikha menyuruh di antara mereka ke kota untuk membeli makanan yang berkah. Kisah tersebut termaktub dalam surah al-Kahfi ayat. 20.
“Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya”. (QS. al-Kahfi: 20)
Allah Swt menyatakan kepada Ashabul Kahfi yang isinya: “Orang-orang kota nanti setelah melihat kamu, mereka akan melemparkan kamu sampai mati, atau memaksa kamu mengikuti agama mereka. Kalau kamu mengikuti agama mereka, kamu tidak akan memperoleh kebahagiaan selama-lamanya.”
Adapun hikmah dari kisah Ashabul Kahfi adalah:
Sumber: portalsatu.com