Utsman bin Affan Radhiallahu 'anhu: Malaikat pun Malu Kepadanya
Para Sahabat | SangMurid, Aug 17 2020
Membaca kisah para sahabat Rasulullah mampu memberikan suntikan semangat ruhiyah kembali menggebu-gebu. Kisah-kisah yang di dalamnya tersimpan pengajaran, keteladanan, sekaligus kepahlawanan.
Para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam merupakan generasi terbaik yang dididik Islam secara langsung oleh Baginda. Maka generasi inilah yang patut dijadikan teladan dalam menghadapi ujian kehidupan sehari-hari.
Salah satu sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang juga menantu Baginda adalah Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu. Beliau sosok pria tampan, berkulit bersih, berjenggot lebat, dan berpundak lebar, begitu Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan perawakan Ustman bin Affan Affan radhiallahu 'anhu dalam kitab Al-Ishaabah.
Sebelum masuk Islam, Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu dihormati kalangan petinggi kafir Quraisy. Memiliki harta yang berlimpah, pemalu, bertutur kata dengan santun, maka tak heran Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu sangat dicintai kaumnya. Nama aslinya adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fikr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan.
Utsman bin Affan Masuk Islam
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu lahir setelah enam tahun peristiwa Gajah menyerang Ka’bah. Hidup dalam limpahan kasih dan harta benda. Suatu ketika Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu mendengar kabar Ruqayyah, anak Muhammad Al-Amin telah menikah. Hati Utsman terluka, merasa telah didahului. Ia sejak lama ingin menikahi Ruqayyah binti Muhammad. Keluhuran budi dan akhlak mulia Ruqayyah binti Muhammad telah tersiar. Wajahnya pun sangat cantik.
Dengan hati yang terluka, Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu pulang ke rumah. Di rumah sudah ada Su’da binti Kuraiz, bibinya. Sang Bibi menasihati Utsman radhiallahu 'anhu sekaligus membawa kabar gembira perihal datangnya seorang Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang membatalkan penyembahan terhadap berhala. Bibinya pun mendorong Utsman radhiallahu 'anhu untuk menjadi Nabi yang diutus ini.
Ustman bin Affan radhiallahu 'anhu merenungkan perkataan bibinya. Ketika bertemu Abu Bakar radhiallahu 'anhu setelah sekian lama, Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu menceritakan perkataan bibinya. Tak disangka, Abu Bakar radhiallahu 'anhu membenarkan bahwa telah datang seorang Nabi Shallallahu alaihi wasallam.
Yaitu seorang laki-laki yang meluruskan penyembahan hanya kepada Allah saja, bukan menyembah berhala-berhala bisu dan tuli seperti masyarakat saat ini. Seketika Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu merasa senang. Hatinya pun mengingkari penyembahan berhala semacam itu. Abu Bakar radhiallahu 'anhu kemudian menjelaskan laki-laki yang menjadi Nabi ini tak lain adlaah Ash-Shadiqul Amin. Pria yang terkenal dengan sikap amanahnya.
Penjelasan Abu Bakar radhiallahu 'anhu membuat rasa penasaran Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu memuncak. Keduanya segera menemui Rasulullah di rumahnya. Utsman radhiallahu 'anhu berkata, “Demi Allah! Begitu melihat Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan mendengar kata-katanya, aku langsung merasa tentram kepadanya. Aku pun membenarkan risalahnya, kemudian aku bersaksi bahwa tidak ada iah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya.”
Menjadi Menantu Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam
Diantara orang kafir Quraisy yang sangat besar kebenciannya kepada agama yang dibawa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam adalah Abu Lahab dan istrinya. Padahal hubungan kekeluargaan keduanya dengan Nabi sangat dekat. Abu Lahab adalah pamannya sekaligus besan.
Salah dua anak perempuan Abu Lahab merupakan suami dari Ruqayaah binti Muhammad dan Ummu Kultsum. Utbah bin Abu Lahab, suami Ruqayyah, yang melihat api permusuhan orang tua kepada mertuanya, dia memilih berpihak kepada orang tua. Untuk membalas kebencian ayahnya, Utbah bin Abu Lahab menjatuhkan talak kepada Ruqayyah. Begitu pun dengan anak lelaki Abu Lahab yang lain. Kini kedua putri Rasulullah menjadi janda.
Berita perceraian Utbah bin Abu Lahab sampai ke telinga Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu. Dengan segera Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu menemui Rasulullah untuk meminangnya. Maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menikahkan mereka.
Kehidupan rumah tangga Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu bersama Ruqayyah diliputi kebahagiaan. Keduanya saling mencintai. Bahkan ketika gangguan orang kafir Quraisy semakin ganas, Ruqayyah rela mengikuti sang suami hijrah ke Habasyah. Ruqayyah dan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu meninggalkan orang-orang yang dicintai di Mekkah demi menyelamatkan keimanan.
Walau pun posisi Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu terpandang dan hartawan, tapi gangguan mereka tak surut. Kaumnya memaksa Utsman radhiallahu 'anhu untuk murtad. Untuk sekian waktu pasangan yang saling mencintai karena Allah ini melanjutkan kehidupan rumah tangga di negeri orang. hari berganti hingga bulan berlalu, mulailah keduanya merasakan kerinduan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Lalu memutuskan untuk kembali ke Mekah.
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu dan Ruqayyah dikarunia seorang putra, Abdullah bin Utsman bin Affan. Hingga ketika ajal menjemput Ruqayyah setelah peristiwa perang Badar, Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu sangat terpukul. Raut kesedihan tampak jelas di wajahnya.
Bukan tidak menerima terhadap putusan ketentuan Allah SWT, tapi cinta yang besar itulah yang membuat Utsman radhiallahu 'anhu bersedih. Melihat duka yang mendalam di hati Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menawarkan putri yang lain untuk dinikahi.
Gayung bersambut. Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu kemudian menikahi Ummu Kultsum binti Muhammad. Merupakan sebuah kehormatan yang besar bisa menikahi dua putri Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu mendapat gelar Dzun Nurain, yaitu Sang Pemilik Dua Cahaya.
Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Seandainya aku mempunyai puteri yang ketiga niscaya aku akan menikahkannya dengan Utsman radhiallahu 'anhu.” Yang dimaksud puteri ketiga di sini adalah puteri Baginda yang lain yang tidak terikat pernikahan. Namun saat itu tidak ada yang demikian.
Sosok Yang Dermawan
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah radhiallahu 'anhu, kecuali pada perang Badar. Saat itu Ruqayyah sedang sakit parah. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam meminta Utsman radhiallahu 'anhu untuk tinggal di Madinah mengurus istrinya. Sekembali dari perang Badar, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mendapati putrinya, Ruqayyah telah wafat.
Pada perang Tabuk, pohon-pohon telah hampir panen. Masa itu ekonomi sedang sulit. Sebentar lagi masa panen hampir tiba. Namun seruan perang tak dapat dielakkan.
Orang-orang muslim ada yang keberatan untuk meninggalkan lahan pertanian yang tinggal menunggu hari untuk panen. Untuk itu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyemangati umat Islam untuk bergegas menyambut seruan perang. Abu bakar radhiallahu 'anhu adalah orang pertama yang menyerahkan seluruh hartanya.
Disusul Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu membawa setengah hartanya. Hingga kemudian para sahabat yang lain berbodong-bondong memberikan harta terbaik untuk persiapan perang. Bahkan orang yang hanya memiliki sedikti harta pun menyerahkan hartanya. Semangat membela agama Islam begitu membara.
Ketika seluruh harta yang telah terkumpul dihitung, ternyata masih ada kekurangan yang tajam. Yaitu persiapan pasukan. Logistisk perang berupa kendaraan dan senjata belum tercukupi. Saat itulah datang Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu merogoh saku bajunya, menyerahkan seribu dinar.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam kemudian berabda, “Tidak akan membahayakan Utsman apa yang dia lakukan setelah hari ini. Tidak akan membahayakan Utsman apa yang telah dia lakukan setelah hari ini.” (HR. Tirmidzi, al-Hakim dan Baihaqi).
Dalam kitab Khulafaa-ur Rasul karya Khalid Muhammad Khalid, disebutkan bahwa Ibnu Syihab az-Zuhri berkata, “Dalam perang Tabuk Utsman radhiallahu 'anhu membantu pasukannya dengan 940 ekor unta, lalu dia menggenapkannya dengan enam puluh ekor kuda sehingga jumlahnya menjadi seribu.”
Perang Tabuk yang berat berhasil dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan gilang gemilang. Seluruh perlengkapan yang semula dibiayai Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, pulang dalam keadaan tak kurang satu apa pun. Namun Utsman bin Affan tidak meminta kembali apa yang telah diberikan seusai perang. Satu ekor pun logistik kendaraan tidak diminta Utsman radhiallahu 'anhu.
Tatkala musim kekeringan melanda kaum muslimin, Rasulullah shalllahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menggali sumur Rumah maka dia mendpatkan surga.” (HR. Bukhari).
Saat itu juga Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu berdiri menyanggupi menyediakan sumur yang dimaksud. Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu membeli sumur itu dan menjadikannya sebagia sumur umum yang bisa diakses oleh kaum muslimin secara cuma-cuma. Tak sampai di situ, kedermawanan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu juga ditunjukkan dengan perbuatannya tiap pekan dengan membeli budak lalu membebaskannya.
Pada masa kekhilafahan Abu Bakar radhiallahu 'anhu, tanah umat Islam dilanda kekeringan yang panjang. Tanah-tanah retak, pohon-pohon tak tampak daun hijaunya, hewan-hewan kehausan.
Bahan pokok makanan juga mulai menipis. Tak ada yang bisa dibeli, sebab pedagang pun tidak menemukan barang yang hendak dijual. Saat itu terdengar kabar kafilah dagang Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu akan sampai keesokan harinya. Semua orang menyambut gembira.
Keesokan hairnya, para pedagang besar mengerumuni barang dagangan Utsman radhiallahu 'anhu. Mereka berlomba untuk menawar dengan harga terbaik. Dalam kondisi seperti ini, barang dijual dengan harga selangit pun pasti ada yang membeli. Begitu pemikiran para pedagang.
Namun Ustman bin Affan radhiallahu 'anhu berkata lain. Saat mereka ramai memberikan menawarkan keuntungan yang tinggi, Utsman radhiallahu 'anhu bergeming. Dia menjawab, “Allah, Dia memberiku lebih, Dia memberiku sepuluh dari setiap dirham.
Adakah kalian berani lebih dari itu?” Maka para pedagang itu meninggalkan Utsman radhiallahu 'anhu, sedangkan dia berseru, “Ya Allah, sesungguhnya aku telah menjadikannya sebagai sedekah bagi fakir miskin Madinah secara cuma-cuma dan tanpa perhitungan.” Begitulah kedermawan Utsman bin Affan yang sulit ditandingi.
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu Dijamin Masuk Surga
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berada di atas Gua Hira bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan az-Zubari radhiallahu 'anhum ajmain. Lalu sebuah batu besar bergerak, maka Rasulullah bersabda, “Diamlah, di atasmu hanyalah seorang Nabi atau shiddiq atau syahid.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
Jaminan surga untuk Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu juga diriwayatkan dalan hadits yang lain. Dari Abu Musa, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wasallam masuk ke sebuah kebun dan beliau memintaku menjaga pintunya.
Lalu seorang laki-laki datang meminta izin untuk masuk, maka Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Izinkan dia, dan sampaikan berita gembira kepadanya dengan surga.’ Ternyata orang itu adalah Abu Bakar radhiallahu 'anhu. Lalu seorang lagi datang meminta izin untuk masuk, maka Nabi bersabda, ‘Izinkan dia, dan sampaikan berita gembira kepadanya dengan surga.’
Ternyata orang itu adalah Umar radhiallahu 'anhu. Kemudian datang seorang laki-laki meminta izin untuk masuk, maka Nabi diam sesaat kemudian bersabda, ‘Izinkan dia, dan sampaikan berita gembira kepadanya dengan surga atas ujian yang menimpanya.’ Ternyata orang itu adalah Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Para Malaikat Malu Kepada Utsman Bin Affan radhiallahu 'anhu
Kedudukan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu di dunia sungguh terhormat, di langit pun dirindukan. Dalam sebuah riwayat, Aisyah radhiallahu 'anha berkata, “Ya Rasulullah, mengapa aku tidak melihatmu terkejut dengan kedatangan Abu Bakar dan Umar sebagaimana engkau terkejut dengan kedatangan Utsman?”
Maka Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Utsman adalah laki-laki pemalu, dan sesungguhnya aku khawatir jika aku memberinya izin sementara keadaanku seperti itu maka dia tidak mau menyampaikan keperluannya kepadaku.” (HR. Muslim, Ahmad, dan Bukhari).
Rasulullah shallahu alaihi wasallam juga bersabda, “Utsman adalah umatku yang paling pemalu.” (Abu Nuaim).
Sikap malu ini bagian dari sumber yang penuh keagungan. Sehingga orang-orang yang bertemu Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu pun merasa malu untuk bertingkah sembrono.
Utsman Bin Affan radhiallahu 'anhu Menjadi Khalifah
Katika Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu menjadi khalifah, ngeri Islam berkembang dengan pesat. Futuhat kepada negeri-negeri di sekeliling negara Islam. Khurasan, Karman, Sijistan, Qubrush, dan banyak wilayah dari Afrika. Harta rampasan perang berlimpah, Baitul Mal terisi penuh. Inilah masa kejayaan yang rakyatnya hidup bergelimang kesejahteraan.
Al-Hasan al-Bashri menceritakan kemakmuran dan kenyaman hidup yang dienyam oleh masyarakat pada zaman Utsman bin Affan Dzun Nuraian. Rakyat dinaungi ketenangan dan ketentraman. Al-Hasan berkata, “Aku melihat penyeru Utsman bin Affan berseru, ‘Wahai manusia! Berkumpullah untuk mengambil hak-hak kalian.’
Maka orang-orang datang kepadanya dan mengambilnya secara melimpah. ‘Wahai orang-orang! ambillah rizki kalian.’ Maka mereka datang mengambilnya, mereka diberi dengan melimpah dan merata. Sungguh, kedua telingaku –demi Allah—mendengarnya berseru, ‘Berkumpullah untuk mengambil pakaian kalian.’ Maka mereka mengambil jubah-jubah yang panjang. Penyeru Utsman radhiallahu 'anhu berkata, ‘Berkumpullah untuk menerima pemberian madu dan mentega.’
Tidak aneh rizki pada zaman Utsman radhiallahu 'anhu melimpah-ruah, kebaikan menyebar rata di antara masyarakat, hubungan di antara sesama muslim membahagiakan, di muka bumi tidak ada seorang mukmin yang takut kepada muknin yang lain, yang ada adalah seorang muslim menyintai muslim yang lain, menyayanginya dan membantunya. (Shuwar min Hayaatish Shahaabah).
Tatkala wilayah khilafah Islam semakin meluas, seiring dengan itu ajaran Islam juga menyebar. Orang-orang di luar Arab mempelajari Al Quran yang notabene berbahasa Arab. Diantara mereka terdapat perbedaan dalam cara baca Al Quran. Hal ini memeuat beberapa sahabat khawatir.
Maka Hudzaifah berkata Utsman radhiallahu 'anhu, “Wahai Amirul Mukminin! Selamatkan umat ini sebelum mereka berselisih dalam Alquran seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Utsman radhiallahu 'anhu mengirim orang kepada Hafshah menyampaikan pesan, “Kirimlah mushaf kepada kami. Kami akan menyalinnya pada mushaf-mushaf kemudian mengembalikannya kepadamu.” Maka Hafshah mengirimkannnya kepada Utsman radhiallahu 'anhu.
Selanjutnya Utsman radhiallahu 'anhu memerintahkan Zaid bin Tsabit radhiallahu 'anhu, Abdullah bin az-Zubair radhiallahu 'anhu, Sai’d bin al-Ash radhiallahu 'anhu, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam radhiallahu 'anhu untuk menyalinnya dalam mushaf-mushaf.
Ustman radhiallahu 'anhu berkata kepada tiga orang Quraisy (yaitu Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, dan Abdurramhan bin Harits), “Jika kalian berbeda dengan Zaid bin Tsabit tentang sesuatu dari Alquran maka tulislah dengan bahasa Quraisy, karena ia turun dengan bahasa mereka.”
Maka mereka melakukan seperti yang diperintahkan. Selesai penyalinan Utsman radhiallahu 'anhu memulangkan mushaf kepada Hafshah dan dia mengirimkan satu mushaf dari apa yang mereka salin ke setiap wilayah. Utsman radhiallahu 'anhu juga memerintahkan agar mushaf selain itu dibakar. (HR. Bukhari).
Wafatnya Utsman Bin Affan radhiallahu 'anhu
Sungguh benar apa yang telah dikabarkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terkait Utsman bin Affan. Ujian yang datang kepada Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu benar-benar berat.
Dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata, “Kami bersama Utsman radhiallahu 'anhu di dalam rumahnya yang telah dikepaung. Di dalam rumah itu terdapat sebuah lorong; siapa yang memasukinya, dia akan mendengar pembicaraan orang yang ada di atas lantai. Utsman radhiallahu 'anhu memasukinya lalu keluar kepada kami dengan rona wajah yang telah berubah. Dia berkata, ‘Mereka mengancam hendak membunuhku.’
Maka kami berkata, ‘Semoga Allah melindungimu dari mereka, wahai Amirul Mukminin.’ Ustman berkata, ‘Mengapa mereka hendak membunuhku? Aku telah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Darah seorang muslim tidak halal kecuali dengan satu dari tiga alasan; kekufuran setelah Islam, atau zina setelah pernikahan, atau membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.’
Demi Allah, aku tidak pernah berzina, baik pada masa jahiliyyah maupun pada masa Islam, aku juga tidak ingin mengganti agamaku ini sejak Allah telah memberiku hidayah kepadanya, dan aku juga tidak pernah membunuh satu jiwa (yang haram dibunuh), lalu mengapa mereka (ingin) membunuhku?” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan An-Nasa’i).
Suasana semakin tak terkendali. Pengepung bertambah banyak dipenuhi luapan emosi. Saat itu Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu justru menghimbau para sahabat untuk menahan tangan dan senjata dalam menghadapi para pembangkang. Abu Hurairah radhiallahu 'anhu telah siap dengan pedang terhunus, Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu datang bersama putranya untuk membela, tetapi Utsman radhiallahu 'anhu tetap bergeming dan menyuruh mereka untuk menahan diri.
“Sesungguhnya orang yang paling aku butuhkan adalah seseorang laki-laki yang menahan tangan dan senjatanya!” demikian kata Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu.
Ustman bin Affan radhiallahu 'anhu berusia 81 tahun tatkala terjadi pengepungan. Fitnah dan hasutan dilontarkan pihak pembangkang untuk menghasut umat Islam. Mereka menuntut Ustman radhiallahu 'anhu untuk mengunduran diri dari jabatan khalifah. Namun hal itu tidak pernah terjadi.
Selagi nyawa masih di kandung badan, pantang menyerah bagi seorang kesatria seperti Utsman radhiallahu 'anhu. Mereka menahan bahan makan, air, sehingga menyulitkan Utsman radhiallahu 'anhu dan keluarganya. Hal itu tidak menggoyahkan sedikit pun pijakan kaki Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu.
Kondisi panas memuncak. Pembangkang yang telah mengepung selama 40 hari berhasil merangsek ke dalam rumah. Saat itu suasana sungguh kacau. Para sahabat dari kalangan Muhajirin maupun Anshar bersiap sedia menunggu perintah untuk membentengi Utsman radhiallahu 'anhu.
Sayangnya, Ustman radhiallahu 'anhu justru memerintahkan mereka untuk menahan senjata. Ketika para pembangkan menerobos masuk, mereka menyerang Utsman dengan membabi buta. Kakek berusia lanjut itu tentu tak mampu menahan serangan bersenjata yang datang bertubi-tubi.
Saat salah satu dari mereka menebaskan pedang tepat ke tangan, Utsman radhiallahu 'anhu berkata, “Demi Allah! Ia adalah tangan pertama yang menulis al-Mufash-shal dan mencatat ayat-ayat Alquran.” Darah pun mengucur dengan deras. Istri Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu saat itu, Nailah binti Furafishah, sekuat tenaga mendampingi sang suami.
Tak sejengkal pun ia meninggalkan Utsman yang sedang menghadapi serangan lawan. Bahkan ketika sabetan pedang akan mengenai tubuh Utsman radhiallahu 'anhu yang lain, ia bergegas menahan pedang hingga jarinya terputus. Rasa sakit yang menjalar tak menyurutkan Nailah untuk melindungi suaminya.
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu pun roboh. Nailah menelungkup di atas badan Utsman radhiallahu 'anhu yang berlumuran darah, berusaha melindungi sang suami dari amukan para pembangkang. Sang sahabat Rasulullah yang pemalu itu pun syahid, menutup segala kisah yang indah dengan penuh keagungan.
Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu yang dermawan, pemalu, tampan, berumur hingga lanjut, telah pergi menghadap Rabbnya. Liku-liku perjuangannya dalam menegakkan Islam telah menorehkan sejarah emas sebagai teladan bagi umat yang datang kemudian.
Sumber: islambina.com