Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu, Gugur Memegang Panji Islam

Para Sahabat | SangMurid, Jul 04 2024

Wajahnya mirip Rasulullah, keberaniannya menjadi inspirasi sahabat lainnya. Dengan dua tangan terpotong, ia tetap tegar memegang panji dalam perang mu’tah. Dialah Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.

 

Ja’far ra merupakan keturunan Abdi Manaf. Ia saudara kandung Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. Dialah Sayyidul Asy-Syuhada, pemimpin para mujahidin, Abu Abdillah anak paman Rasulullah bin Abdul Mutthalib bin Hasim bin Abdi Manaf Al-Quraisy.
 


Ja’far Radhiyallahu’anhu dikenal sebagai sosok yang lembut, penuh kasih sayang dan rendah hati. Namun dibalik kelembutannya ia juga dikenal sangat pemberani, tidak mengenal rasa takut. Tak heran jika ia diberi gelar sebagai orang yang memiliki dua sayap di surga dan bapak bagi si miskin.

 

Ja’far ra masuk Islam lewat perantara Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, tepatnya sebelum Rasulullah masuk ke rumah Al Arqam radhiyallahu’anhu. Ketika orang Quraisy mendengar berita tentang masuk Islamnya, mulailah mereka membuat makar dan gangguan-gangguan dalam rangka melemahkan iman kaum muslimin. Mereka tidak ingin melihat kaum muslimin bisa tenang beribadah.

 

Tatkala Rasulullah memberi izin untuk hijrah ke Habasyah, tanpa pikir panjang ia bersama istrinya ikut serta dalam rombongan tersebut. Sungguh hal ini sangat berat bagi Ja’far ra, karena harus meninggalkan tempat kelahirannya yang ia cintai. Biar pun demikian, berangkatlah rombongan itu yang terdiri dari 83 laki-laki dan 19 wanita menuju Habasyah.

 

Di Habasyah, Ja’far radhiyallahu’anhu termasuk salah satu sahabat yang diutus untuk menyampaikan surat kepada Raja Najasy. Tatkala dibaca surat tersebut, Raja Najasyi menangis begitu juga para menterinya, sehingga basah buku-buku mereka.

 

Dan Najasyi berkata, “Sesungguhnya, apa yang dibawa oleh Nabi kalian dan apa yang dibawa oleh Isa bin Maryam merupakan satu sumber.” Najasyi menoleh kepada Amru bin Ash dan berkata, “Pergilah kalian! Demi Allah, mereka tidak akan aku serahkan kepada kalian!”

 

Ketika Ja’far radhiyallahu’anhu keluar dari Istana Najasyi, Amru bin Ash mengancam dan berkata, “Demi Allah, besok pagi aku akan menemuinya lagi. Akan aku kabarkan dengan satu berita yang bisa membuatnya marah.”

 

Setelah keesokan harinya Ja’far radhiyallahu’anhu mengisahkan pesan-pesan Rasulullah, Raja Najsyi memukul meja sembari berkata, “Demi  Allah, apa yang dikatakannya sesuai dengan keadaan Isa bin Maryam. Pergilah kalian dengan aman. Siapa yang mencela kalian, dia adalah orang yang merugi. Dan siapa yang mengganggu kalian, dia akan disiksa.”

 

Kemudian Najasyi berkata kepada para menterinya, “Kembalikanlah hadiah-hadiah itu kepada dua orang ini, karena aku tidak butuh kepadanya.” Akhirnya keduanya keluar dengan perasaan sedih, karena tidak berhasil melaksanakan apa yang mereka niatkan.

 

Akhirnya Ja’far ra bersama istrinya tinggal beberapa saat di Habasyah; bisa merasakan ketenangan serta lindungan dari Najasyi. Pada tahun ketujuh hijriah, pergilah Ja’far radhiyallahu’anhu meninggalkan Habasyah untuk menuju ke Yatsrib. Sesampainya di Yatsirb, ia disambut hangat oleh Rasulullah.

 

Pada waktu itu, Rasulullah baru saja kembali dari perang Khaibar. Rasulullah menemui Ja’far radhiyallahu’anhu dan bersabda, “Sungguh aku tidak tahu, dengan yang mana aku merasa bahagia. Apakah dengan kemenangan Khaibar ataukah dengan kadatanganmu?”

 

Selang beberapa lama, ia tinggal di Madinah. Ketika pada awal-awal tahun ke delapan hijriah Rasulullah berkehendak ingin mengirim pasukan untuk memerangi Romawi, Rasulullah menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan. Beliau bersabda, “Kalau Zaid terbunuh, maka yang menggantikannya ialah Ja’far bin Abi Thalib. Jika ia terbunuh, maka yang menggantikannya ialah Abdullah bin Rawahah. Dan jika Abdullah radhiyallahu’anhu terbunuh, maka biarlah kaum muslimin memilih bagi mereka sendiri.”

 

Kemudian beliau memberikan bendera berwarna putih kepada Zaid bin Hartisah radhiyallahu’anhu. Berangkatlah pasukan pasukan ini. Ketika telah sampai di daerah Mu’tah, kaum muslimin mendapatkan orang-orang Romawi telah siap dengan jumlah yang sangat banyak, sekitar 200.000 pasukan. Sementara jumlah kaum muslimin hanya 3.000 orang.

 

Ketika dua pasukan ini telah berhadapan, peperanganpun mulai berkecamuk, hingga Zaid bin Haritsah radhiyallahu’anhu gugur sebagai sahid. Begitu melihat Zaid radhiyallahu’anhu jatuh tersungkur, bergegas Ja’far radhiyallahu’anhu melompat dan mengambil bendera, dan menyusup ke barisan musuh. 

 

Mulailah ia berputar-putar memporak-porandakan barisan musuh sehingga terputus tangan kanannya. Segera ia ambil bendera itu dengan tangan kirinya, kemudian terputus pula tangan kirinya sehingga ia gugur sebagai syahid. Setelah itu, bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah radhiyallahu’anhu dan terus mempertahankannya dan akhirnya gugur juga sebagai sahid.

 

 

 

Sumber: gontornews.com

 

 

 

 

 

 

 

 

Sejarah Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu 'anhu

Nusaibah binti Ka’ab radhiyallahu anha Ibu Para Pemimpin

Umar Radhiallahu 'anhu Menemukan Menantunya

Apa yang Dikatakan Rasullullah tentang Umar bin Khaththab Radhiallahu 'anhu

Flag Counter