Khabab Ibn Al-Araat Radhiyallahu Anhu “Sang Penyabar”

Para Sahabat | SangMurid, Aug 17 2020

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan :

 

”Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati Khabbab.  Beliau masuk Islam karena murni mengharap pahala dari Allah, berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dan mati sebagai seorang mujahid”

 

Khabbab ibn Al-Araat radhiyallahu ‘anhu berasal dari suku Tamim, suku yang sama dengan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu. Ketika kecil, Khabbab radhiyallahu ‘anhu pernah diserang oleh suku lain sehingga ditawan oleh suku itu. Kemudian dijual di pasar budak

 

Ummu Anmar, seorang wanita yang berasal dari suku Khuzaiyyah. Dia membeli Khabbab radhiyallahu ‘anhu di pasar budak karena melihat Khabbab sebagai budak yang berbeda dari yang lain. Tubuhnya kekar dan beliau termasuk orang yang cerdas. Karena perawakan suku Tamim memang baik, seperti kulitnya putih dan postur tubuhnya kekar. Melihat kecerdasan dari Khabbab, Ummu Anmar melatih dan membiayai dia menjadi seorang pembuat patung dan pedang. Khabbab radhiyallahu ‘anhu termasuk pendapatan yang besar di Arab.

 

Khabbab radhiyallahu ‘anhu jarang sekali menyembah berhala karena beliau termasuk orang yang selalu mencari kebenaran. Ketika Khabbab radhiyallahu ‘anhu mendengar munculnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau hendak mencari tahu dan mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang ke-6 yang masuk Islam.

 

Majikannya, Ummu Anmar dan kerabatnya, Siba’ bin Abdul Uzza dan Al-Ash bin Wail mengetahui bahwa Khabbab masuk Islam. Ketika Al-Ash mendatangi Khabbab radhiyallahu ‘anhu untuk membeli pedang, dia tidak mau membayarnya kepada Khabbab. Dia berkata bahwa dia tidak akan membayar sampai Khabbab kufur terhadap agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Khabbab berkata, ” kalau begitu kau tak usah bayar. Kau bayar saat di akhirat “. Al-Ash menjawab, ” kalau begitu saya akan membayar ketika dibangkitkan ”

 

Berkenaan dengan kejadian itu, Allah subhanahu wa ta’ala turunkan firman-Nya pada Surat Maryam ayat 77-80. Allah berfirman :

 

أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا (77) أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا (78) كَلا سَنَكْتُبُ مَا يَقُولُ وَنَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذَابِ مَدًّا (79) وَنَرِثُهُ مَا يَقُولُ وَيَأْتِينَا فَرْدًا (80)

 

“Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.” Adakah ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya, dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri ”

 

Ummu Anmar bersama kerabatnya Siba’ mengajak Suku Khuzaiyyah untuk menyiksa Khabbab. Khabbab radhiyallahu ‘anhu dikerumuni semua orang dan mereka menjambak rambutnya dari semua sisi sambil memelintir lehernya dan meletakkan tubuh Khabbab di atas arang yang panas serta meletakkan batu besar di atas dadanya. Siksaan itu setiap hari dilakukan oleh mereka

 

Khabbab radhiyallahu ‘anhu juga pernah di bawa ke tengah padang pasir yang sangat panas dan mengganti bajunya dengan baju besi dan menempelkan besi panas di tubuhnya. Mereka menyiksa Khabbab karena menginginkan Khabbab kufur dari Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi Khabbab tidak pernah mau meninggalkan agama Islam

 

Kemudian mereka menyiksa Khabbab lagi dengan mengambil besi-besi yang panas dan mengikatkannya di kedua tangan dan kaki Khabbab dan kembali menyiksanya hingga tubuhnya penuh dengan luka bakar

 

Kemudian Khabbab radhiyallahu ‘anhu bersama kawan-kawannya mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengadu kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di Mekkah

 

Mereka berkata,”Wahai Rasulullah, tidakkah anda hendak memintakan pertolongan bagi kami?”

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk, mukanya jadi merah, lalu bersabda :

 

“Dulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur kecuali leher ke atas. Lalu diambil sebuah gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi siksaan demikian itu tidak sedikit pun dapat memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi, juga tidak dapat menggoyahkan keimanannya. Sungguh Allah akan menyempurnakan hal tersebut, hingga setiap pengembara yang bepergian dari Shana’a ke Hadlramaut, tiada takut kecuali pada Allah Azza wa Jalla.”

 

Mendengar kata-kata itu, bertambah keimanan Khabbab hingga beliau memutuskan untuk bersabar dalam setiap siksaan yang di terima

 

Allah berfirman dalam Surat Al-Ankabut ayat 2-3, firman-Nya :

 

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)

 

”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”

 

Dari firman Allah tersebut, orang-orang beriman pasti akan diuji dan kunci keberhasilan lolos dari ujian tersebut adalah sabar

 

Dan Allah juga berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 214 :

 

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

 

”Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”

 

Tiba masa hijrah, Khabbab radhiyallahu ‘anhu ikut hijrah ke Madinah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khabbab radhiyallahu ‘anhu meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar Ummu Anmar ditimpakan penyakit. Ummu Anmar merasakan sakit kepala yang menyiksa dan seluruh badannya juga ikut sakit. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya kecuali ditempelkan besi panas di atas kepalanya. Semua itu dilakukan setiap hari hingga Ummu Anmar meninggal dunia

 

Khabbab juga turut ikut serta dalam perang Badr dan Perang Uhud. Dan saudara dari Ummu Anmar yaitu Siba’ bin Abdul Uzza tewas terbunuh oleh Hamzah radhiyallahu ‘anhu ( paman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ) di perang Badr. Khabbab bersyukur atas kematiannya

 

Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,Khabbab radhiyallahu ‘anhu sakit keras.  Ketika para sahabatnya datang menjenguk ketika ia sakit, mereka berkata, “Senangkanlah hati anda wahai Abu Abdillah, jika engkau besok wafat, Anda akan dapat menjumpai sahabat-sahabat Anda.”

 

Khabbab berkata sambil menangis, “Sungguh, aku tidak merasa kesal atau kecewa, tetapi kalian telah mengingatkanku kepada para sahabat dan sanak saudara yang telah pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga. Sedang kita masih tetap hidup dan beroleh kekayaan dunia, hingga tak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah.”

 

Kemudian Khabbab menunjuk rumah sederhana yang telah dibangunnya itu, lalu ditunjuknya pula tempat untuk menaruh harta kekayaannya. “Demi Allah, tak pernah saya menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tak pernah saya menghalangi siapa pun yang meminta,” ujarnya. Kemudian Khabbab radhiyallahu ‘anhu wafat sebagai manusia yang paling sabar menghadapi ujian

 

 

 

Sumber: maahaadzaa.com

Sejarah Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu 'anhu

Apa yang Dikatakan Rasullullah tentang Umar bin Khaththab Radhiallahu 'anhu

Nusaibah binti Ka’ab radhiyallahu anha Ibu Para Pemimpin

Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu, Gugur Memegang Panji Islam

Flag Counter